Beranda | Artikel
Peringatan untuk Para Wanita Muslimah
Rabu, 20 April 2022

Pembahasan keenam
Peringatan untuk Para Wanita Muslimah

Ketahuilah wahai saudari muslimah bahwa tidak sah i’tikaf seorang wanita jika tidak mendapat izin dari walinya. Ia tidak berhak bernadzar untuk i’tikaf kecuali setelah mendapat izin dari walinya. Ia juga tidak berhak untuk melakukan i’tikaf jika di masjid tidak ada wanita lain yang melakukan i’tikaf. Karena hal itu bertentangan dengan tarbiyah Islam yang lurus dan tidak akan aman dari khalwat yang diharamkan. Adapun jika di masjid tersebut sama sekali tidak ada yang melakukan i’tikaf, maka hal itu lebih terlarang. Ia juga tidak boleh melakukan i’tikaf jika akan mengakibatkan kewajiban yang lebih besar terlantar, seperti akan terlantarnya hak anak-anaknya atau akan mengundang perbuatan jahat atau menjurus kepada kerusakan lain. Seperti ia keluar sendirian ke jalan yang tidak aman pada malam hari untuk membuang hajatnya atau melalui jalan yang sunyi pada waktu tersebut.

Adapun wali wanita boleh melarang mereka i’tikaf dan insya Allah hal itu tidak berdosa. Kecuali jika seorang wanita bernadzar melakukan i’tikaf secara berturut-turut dan sudah mendapat izin dari walinya sementara i’tikaf sudah berlangsung beberapa hari. Dalam kondisi seperti itu si wali tidak boleh mengeluarkannya dari tempat i’tikaf hingga selesai waktu i’tikaf yang ia nadzarkan. Mereka juga tidak boleh memakai wangi-wangian. Tapi hendaklah dengan bau badan yang benar-benar tidak beraroma dan memakai pakaian yang lama sehingga tidak menarik pandangan kaum laki-laki. Sebab bagi wanita memakai wangian hanya dikhususkan untuk suami saja dan tidak boleh dilakukan di masjid, sebagaimana larangan keras yang tercantum dalam hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang shahih dan ucapan para Sahabat Radhiyallahu anhum. Barangsiapa yang ingin beribadah ke masjid, maka hendaklah ia mendengarkan dan mentaati aturan syari’at dan barangsiapa yang pergi ke masjid untuk tujuan jalan-jalan atau memang karena keluar rumah atau ingin bertemu dengan teman-teman atau untuk tujuan lain, maka tidak ada shalat dan i’tikaf baginya. Bahkan ia bukan mendapat pahala tapi malah mendapat dosa karena menentang perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Wallaahu a’lam.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Al-Qur-aan al-Kariim.
  2. Zaadul Ma’aad fii Hadyi Khairil ‘Ibaad, Mu-hammad bin Abi Bakar, Ibnul Qaiyyim al-Jauziyyah, cet. XIV, th. 1407 H/1986 M, Mu-assasah ar-Risalah, Beirut-Libanon.
  3. Fat-hul Baari li Syarh Shahiih al-Imam al-Bu-khari, Ahmad bin ‘Ali bin Hajar al-‘Asqalani, Darul Fikr.
  4. Shahiih al-Imam Muslim li Syarh Shahiih al-Imam an-Nawawi, Yahya bin Syarifuddin an-Nawawi, th. 1401 H/1981 M, Darul Fikr.
  5. Sunan al-Imam at-Tirmidzial-Jaami’ ash-Shahiih” Muhammad bin ‘Isa bin Saurah, tahqiq ‘Abdul Wahhab ‘Abdul Lathif, th. 1403 H/ 1983 M, Darul Fikr.
  6. Mukhtashar Sunan al-Imam Abi Dawud tahqiq al-Hafizh al-Mundziri dan Tahdziib Ibnul Qayyim tahqiq Ahmad Syakir dan Muhammad al-Faqi, Darul Ma’rifah.
  7. Sunan al-Imam Ibni Majah, tahqiq Muhammad Fu-ad ‘Abdul Baqi, Darul Fikr.
  8. Al-Mushannaf ‘Abdirrazzaq ash-Shan’ani tahqiq Habib al-A’zhami, cet. III, th. 1403 H/ 1983 M, al-Maktabah al-Islamiyyah, Beirut, Libanon.
  9. Sunan al-Imam ad-Daraquthni wa Badziiluhut Ta’liiq al-Mughni, al-Muhaddits Muhammad Syamsuddin al-Haqq al-‘Azhim Abadi, Mak-tabah al-Mutanabbi, al-Qahirah.
  10. Majma’uz Zawaa-id wa Manba’ul Fawaa-id, al-Hafizh Nuruddin al-Haitsami, di tahrir al-Hafizh al-‘Iraqi dan Ibnu Hajar, cet. III, th. 1402 H/1982 M, Darul Kitab al-‘Arabi.
  11. Al-mustadrak ‘laa Shahiihain, Abi ‘Abdillah Muhammad bin ‘Abdil Hakim an-Naisaburi, th. 1398 H/1978 M, Darul Fikr, Beirut, Libanon.
  12. Adh-Dhu’afaa-ul Kabiir, Muhammad bin ‘Umar bin Musa al-‘Uqaili tahqiq ‘Abdul Mu’thi al-‘Ajli, Darul Kutub al-‘Ilmiyyah, Beirut, Libanon.
  13. Kitaabul Majmuu’ Syarhul Muhadzdzab li Abi Ishaq asy-Syiraazi, al-Imam Muhyiddin bin Syarifuddin an-Nawawi, Tahqiq Syaikh Muhammad Najib al-Muthi’i, Maktabah Irysad, Jeddah al-Mamlakah al-‘Arabiyyah as-Su’udiyyah, Mathba’ah al-Madani, al-Qahirah-Mesir.
  14. Aujizul Masaalik ilaa Muwaththa’ Malik, Muhammad Zakariya al-Kandahlawi, cet. III, th. 1404 H/1984 M, al-Maktabah al-I’dadiyyah, Makkah al-Mukarramah.
  15. Muqaddimaat Ibni Rusyd, Muhammad bin Ahmad bin Rusyd, Mathba’ah as-Sa’adah, Beirut, Libanon.
  16. Radd Mukhtaar ‘alal Ma’ruuf bi Haasyiah Ibni ‘Abidin, Muhammad Amin bin ‘Umar bin ‘Abidin, Darul Kutub al-‘Ilmiyyah, Beirut, Libanon.
  17. Al-Mughni, ‘Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah, tahqiq ‘Abdullah at-Turki dan ‘Abdul Fattah al-Halu, cet. I, th. 1406 H/1987 M, Hajar, al-Qahirah, Mesir.
  18. Kasyful Qinaa’ ‘an matanil Iqnaa’, Manshur bin Yunus al-Bahuti, th. 1394 H, Mathba’ah al-Hukumiyyah, Makkah al-Mukarramah.
  19. Al-Muhallaa, ‘Ali bin Ahmad bin Sa’id bin Hazm, tahqiq Ustadz Ahmad Syakir, al-Mak-tabah at-Tijari, Beirut-Libanon.
  20. Nailul Authaar fii Muntaqil Akhbaar min Ahaadiits Sayyidil Akhbaar, Muhammad bin ‘Ali asy-Syaukani, Darul Fikr, Beirut, Libanon.

[Disalin dari kitab Ad-Du’aa’ wal I’tikaaf, Penulis Syaikh Samir bin Jamil bin Ahmad ar-Radhi, Judul dalam bahasa Indonesia I’tikaf Menurut Sunnah yang Shahih, Penerjemah Abu Ihsan al-Atsari, Penerbit  Pustaka Ibnu Katsir]


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/54810-peringatan-untuk-para-wanita-muslimah.html